Senin, 17 Juni 2013

Berkah bulan ramadhan

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta
alam. Shalawat dan salam kepada Nabi
kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Bulan Ramadhan sungguh adalah bulan
yang penuh berkah, artinya mendatangkan
kebaikan yang banyak. Kebaikan yang
diperoleh umat Islam di bulan Ramadhan
bisa meliputi ukhrowi dan duniawi. Coba
kita lihat di bulan Ramadhan ini begitu
banyak kebaikan ukhrowi yang diperoleh
setiap muslim. Di antara keberkahan
tersebut adalah dengan menjalankan
shiyam ramadhan akan mendapatkan
pengampunan dosa yang telah lalu.
Keberkahan lainnya lagi adalah dalam
menjalankan shalat malam (shalat
tarawih). Itu juga adalah sebab
pengampunan dosa. Begitu pula pada
bulan Ramadhan terdapat suatu malam
yang lebih baik dari 1000 bulan, yaitu
lailatul qadar. Inilah di antara keberkahan
ukhrowi yang bisa diperoleh. Namun ada
satu sisi kebaikan lainnya, yang mana ini
tidak kalah pentingnya, yaitu bulan
Ramadhan adalah saat yang tepat untuk
memperbaiki diri sehingga selepas bulan
Ramadhan seseorang bisa menjadi lebih
baik dari sebelumnya. Pembahasan inilah
yang akan kami ulas dalam tulisan
sederhana ini.
Pintu Kebaikan Dimudahkan di Bulan
Ramadhan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ,
beliau berkata bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺍَﺫِﺇ َﻥﺎَﻛ ُﻝَّﻭَﺃ ٍﺔَﻠْﻴَﻟ ْﻦِﻣ ِﺮْﻬَﺷ َﻥﺎَﻀَﻣَﺭ ِﺕَﺪِّﻔُﺻ
ُﻦﻴِﻃﺎَﻴَّﺸﻟﺍ ُﺓَﺩَﺮَﻣَﻭ ِّﻦِﺠْﻟﺍ ْﺖَﻘِّﻠُﻏَﻭ ُﺏﺍَﻮْﺑَﺃ ِﺭﺎَّﻨﻟﺍ ْﻢَﻠَﻓ
ْﺢَﺘْﻔُﻳ ﺎَﻬْﻨِﻣ ٌﺏﺎَﺑ ْﺖَﺤِّﺘُﻓَﻭ ُﺏﺍَﻮْﺑَﺃ ِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ ْﻢَﻠَﻓ ْﻖَﻠْﻐُﻳ
ﺎَﻬْﻨِﻣ ٌﺏﺎَﺑ ﻯِﺩﺎَﻨُﻳَﻭ ٍﺩﺎَﻨُﻣ ﺎَﻳ َﻰِﻏﺎَﺑ ِﺮْﻴَﺨْﻟﺍ ْﻞِﺒْﻗَﺃ ﺎَﻳَﻭ
َﻰِﻏﺎَﺑ ِّﺮَّﺸﻟﺍ ْﺮِﺼْﻗَﺃ ِﻪَّﻠِﻟَﻭ ُﺀﺎَﻘَﺘُﻋ َﻦِﻣ ِﺭﺎَّﻨﻟﺍ َﻚِﻟَﺫَﻭ َّﻞُﻛ
ٍﺔَﻠْﻴَﻟ
“ Pada malam pertama bulan Ramadhan
syetan-syetan dan jin-jin yang jahat
dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup,
tidak ada satu pun pintu yang terbuka dan
pintu-pintu surga dibuka, tidak ada satu
pun pintu yang tertutup, ketika itu ada
yang menyeru: “Wahai yang
mengharapkan kebaikan bersegeralah
(kepada ketaatan), wahai yang
mengharapkan keburukan/maksiat
berhentilah”. Allah memiliki hamba-hamba
yang selamat dari api neraka pada setiap
malam di bulan Ramadhan ”. [1]
Dalam hadits lainnya disebutkan,
ﺍَﺫِﺇ َﺀﺎَﺟ ُﻥﺎَﻀَﻣَﺭ ْﺖَﺤِّﺘُﻓ ُﺏﺍَﻮْﺑَﺃ ِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ ْﺖَﻘِّﻠُﻏَﻭ
ُﺏﺍَﻮْﺑَﺃ ِﺭﺎَّﻨﻟﺍ ِﺕَﺪِّﻔُﺻَﻭ ُﻦﻴِﻃﺎَﻴَّﺸﻟﺍ
” Apabila Ramadhan tiba, pintu surga
dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun
dibelenggu .” [2]
Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan, “Hadits di
atas dapat bermakna, terbukanya pintu
surga dan tertutupnya pintu Jahannam
sebagai terbelenggunya setan-setan
sebagai tanda masuknya bulan Ramadhan
dan mulianya bulan tersebut.” Lanjut Al
Qodhi ‘Iyadh, “Juga dapat bermakna
terbukanya pintu surga karena Allah
memudahkan berbagai ketaatan pada
hamba-Nya di bulan Ramadhan seperti
puasa dan shalat malam. Hal ini berbeda
dengan bulan-bulan lainnya. Di bulan
Ramadhan, orang akan lebih sibuk
melakukan kebaikan daripada melakukan
maksiat. Inilah sebab mereka dapat
memasuki surga dan pintunya. Sedangkan
tertutupnya pintu neraka dan
terbelenggunya setan, inilah yang
mengakibatkan seseorang mudah
menjauhi maksiat ketika itu.” [3]
Sampai-sampai karena terbuka lebarnya
pintu kebaikan ini, para ulama katakan
bahwa pahala amalan apa saja di bulan
Ramadhan pun akan berlipat ganda [4] .
Sebagaimana kita dapat melihat pada
perkataan ulama salaf berikut ini.
Guru-guru dari Abu Bakr bin Maryam
rahimahumullah pernah mengatakan, “Jika
tiba bulan Ramadhan, bersemangatlah
untuk bersedekah. Karena bersedekah di
bulan tersebut lebih berlipat pahalanya
seperti seseorang sedekah di jalan Allah
(fii sabilillah). Pahala bacaaan tasbih
(berdzikir “subhanallah”) lebih afdhol dari
seribu bacaan tasbih di bulan lainnya.” [5]
An Nakho’i rahimahullah mengatakan,
“Puasa sehari di bulan Ramadhan lebih
afdhol dari puasa di seribu hari lainnya.
Begitu pula satu bacaan tasbih (berdzikir
“subhanallah”) di bulan Ramadhan lebih
afdhol dari seribu bacaan tasbih di hari
lainnya. Begitu juga pahala satu raka’at
shalat di bulan Ramadhan lebih baik dari
seribu raka’at di bulan lainnya.” [6]
Maka kita dapat saksikan sendiri di bulan
Ramadhan, orang yang semula malas
shalat lima waktu, akhirnya menjadi rajin.
Orang yang amat jarang kelihatan di
masjid, kembali sadar menjalankan shalat
jama’ah. Orang yang jarang mengerjakan
shalat malam, begitu giat di bulan
Ramadhan untuk menjalankan ibadah
shalat tarawih. Orang yang sesekali baca
Al Qur’an, di bulan Ramadhan akhirnya
bisa mengkhatamkan Al Qur’an. Sungguh
luar biasa barokah bulan ini karena begitu
mudah setiap orang menjalankan
kebaikan.
Banyaknya Pengampunan Dosa
Dalam beberapa amalan di bulan
Ramadhan, kita dapat temukan di
dalamnya ada pengampunan dosa. Di
antara amalan tersebut adalah ibadah
puasa yang kita jalankan. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ْﻦَﻣ َﻡﺎَﺻ َﻥﺎَﻀَﻣَﺭ ﺎًﻧﺎَﻤﻳِﺇ ﺎًﺑﺎَﺴِﺘْﺣﺍَﻭ َﺮِﻔُﻏ ُﻪَﻟ ﺎَﻣ َﻡَّﺪَﻘَﺗ
ْﻦِﻣ ِﻪِﺒْﻧَﺫ
“ Barangsiapa yang berpuasa di bulan
Ramadhan karena iman dan mengharap
pahala dari Allah maka dosanya di masa
lalu pasti diampuni .” [7] Pengampunan
dosa di sini bisa diperoleh jika seseorang
menjaga diri dari batasan-batasan Allah
dan hal-hal yang semestinya dijaga. [8]
Begitu pula pada amalan shalat tarawih, di
dalamnya juga terdapat pengampunan
dosa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ْﻦَﻣ َﻡﺎَﻗ َﻥﺎَﻀَﻣَﺭ ﺎًﻧﺎَﻤﻳِﺇ ﺎًﺑﺎَﺴِﺘْﺣﺍَﻭ َﺮِﻔُﻏ ُﻪَﻟ ﺎَﻣ َﻡَّﺪَﻘَﺗ
ْﻦِﻣ ِﻪِﺒْﻧَﺫ
“ Barangsiapa melakukan qiyam
Ramadhan (shalat tarawih) karena iman
dan mencari pahala, maka dosa-dosanya
yang telah lalu akan diampuni .” [9]
Barangsiapa yang menghidupkan malam
lailatul qadar dengan amalan shalat, juga
akan mendapatkan pengampunan dosa
sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam ,
ْﻦَﻣ َﻡﺎَﻗ َﺔَﻠْﻴَﻟ ِﺭْﺪَﻘْﻟﺍ ﺎًﻧﺎَﻤﻳِﺇ ﺎًﺑﺎَﺴِﺘْﺣﺍَﻭ َﺮِﻔُﻏ ُﻪَﻟ ﺎَﻣ
َﻡَّﺪَﻘَﺗ ْﻦِﻣ ِﻪِﺒْﻧَﺫ
“ Barangsiapa melaksanakan shalat pada
lailatul qadar karena iman dan mengharap
pahala dari Allah, maka dosa-dosanya
yang telah lalu akan diampuni .” [10]
Adapun pengampunan dosa dalam hadits-
hadits di atas, dimaksudkan untuk dosa-
dosa kecil sebagaimana pendapat
mayoritas ulama. [11]
Karena sampai banyaknya pengampunan
dosa di bulan suci ini, Qotadah pun
mengatakan, “Siapa saja yang tidak
mendapatkan pengampunan dosa di bulan
Ramadhan, maka sungguh di hari lain ia
pun akan sulit mendapatkan
ampunan.” [12]
Keadaan Yang Semestinya Selepas
Ramadhan
Setelah kita mengetahui beberapa amalan
di bulan Ramadhan yang bisa
menghapuskan dosa, juga pintu kebaikan
dimudahkan, maka keadaan seseorang
selepas ramadhan seharusnya dalam
keadaan seperti bayi yang baru dilahirkan
oleh ibunya, yaitu bersih dari dosa. Namun
hal ini dengan syarat, seseorang haruslah
bertaubat dari dosa besar yang pernah ia
terjerumus di dalamnya, dia bertaubat
dengan penuh rasa penyesalan.
Lihatlah perkataan Az Zuhri berikut,
“Ketika hari raya Idul Fithri, banyak
manusia yang akan keluar menuju
lapangan tempat pelaksanaan shalat ‘ied,
Allah pun akan menyaksikan mereka.
Allah pun akan mengatakan, “Wahai
hambaku, puasa kalian adalah untuk-Ku,
shalat-shalat kalian di bulan Ramadhan
adalah untuk-Ku, kembalilah kalian dalam
keadaan mendapatkan ampunan-Ku.”
Ulama salaf lainnya mengatakan kepada
sebagian saudaranya ketika melaksanakan
shalat ‘ied di tanah lapang, “Hari ini suatu
kaum telah kembali dalam keadaan
sebagaimana ibu mereka melahirkan
mereka.” [13]
Sudah Seharusnya Menjaga Amalan
Kebaikan
Ketika keluar bulan Ramadhan seharusnya
setiap insan menjadi lebih baik dibanding
dengan bulan sebelumnya karena dia
sudah ditempa di madrasah Ramadhan
untuk meninggalkan berbagai macam
maksiat dan mudah melaksankan
kebajikan. Orang yang dulu malas-
malasan shalat 5 waktu seharusnya
menjadi sadar dan rutin mengerjakannya
di luar bulan Ramadhan. Juga dalam
masalah shalat Jama’ah bagi kaum pria,
hendaklah pula dapat dirutinkan dilakukan
di masjid sebagaimana rajin dilakukan
ketika bulan Ramadhan. Begitu pula dalam
bulan Ramadhan banyak wanita muslimah
yang berusaha menggunakan jilbab yang
menutup diri, maka di luar bulan
Ramadhan seharusnya hal ini tetap dijaga,
bahkan bisa lebih disempurnakan lagi
sebagaimana tuntunan Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
َّﻥِﺇَﻭ َّﺐَﺣَﺃ ِﻞَﻤَﻌْﻟﺍ ﻰَﻟِﺇ ِﻪَّﻠﻟﺍ ُﻪُﻣَﻭْﺩَﺃ ْﻥِﺇَﻭ َّﻞَﻗ
“(Ketahuilah bahwa) amalan yang paling
dicintai oleh Allah adalah amalan yang
kontinu (ajeg) walaupun sedikit.” [14]
Seharusnya amal seorang mukmin barulah
berakhir ketika ajal datang menjemput. Al
Hasan Al Bashri rahimahullah
mengatakan, ”Sesungguhnya Allah Ta’ala
tidaklah menjadikan ajal (waktu akhir)
untuk amalan seorang mukmin selain
kematiannya.” Lalu Al Hasan membaca
firman Allah,
ْﺪُﺒْﻋﺍَﻭ َﻚَّﺑَﺭ ﻰَّﺘَﺣ َﻚَﻴِﺗْﺄَﻳ ُﻦﻴِﻘَﻴْﻟﺍ
“ Dan sembahlah Rabbmu sampai datang
kepadamu al yaqin (yakni ajal). ” (QS. Al
Hijr: 99). [15] Az Zujaaj mengatakan bahwa
makna ayat ini adalah sembahlah Allah
selamanya. Ulama lainnya mengatakan,
“Sembahlah Allah bukan pada waktu
tertentu saja”. Jika memang maksudnya
adalah demikian tentu orang yang
melakukan ibadah sekali saja, maka ia
sudah disebut orang yang taat. Namun
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“ Sembahlah Allah sampai datang ajal ”. Ini
menunjukkan bahwa ibadah itu
diperintahkan selamanya sepanjang hayat.
[16]
Ibadah dan amalan ketaatan bukanlah
ibarat bunga yang mekar pada waktu
tertentu saja. Jadi, ibadah shalat 5 waktu,
shalat jama’ah, shalat malam, gemar
bersedekah dan berbusana muslimah,
bukanlah jadi ibadah musiman. Namun
sudah seharusnya di luar bulan Ramadhan
juga tetap dijaga.
Asy Syibliy pernah ditanya, ”Bulan
manakah yang lebih utama, Rajab ataukah
Sya’ban?” Beliau pun menjawab, ”Jadilah
Rabbaniyyin dan janganlah menjadi
Sya’baniyyin.” Maksudnya adalah jadilah
hamba Rabbaniy yang rajin ibadah di
setiap bulan sepanjang tahun dan bukan
hanya di bulan Sya’ban saja. Kami
(penulis) juga dapat mengatakan, ”Jadilah
Rabbaniyyin dan janganlah menjadi
Romadhoniyyin.” [17] Maksudnya,
beribadahlah secara kontinu (ajeg)
sepanjang tahun dan jangan hanya di
bulan Ramadhan saja.
Perhatikanlah perkataan Ibnu Rajab
berikut, ”Barangsiapa melakukan dan
menyelesaikan suatu ketaaatan, maka di
antara tanda diterimanya amalan tersebut
adalah dimudahkan untuk melakukan
amalan ketaatan lainnya. Dan di antara
tanda tertolaknya suatu amalan adalah
melakukan kemaksiatan setelah
melakukan amalan ketaatan. Jika
seseorang melakukan ketaatan setelah
sebelumnya melakukan kejelekan, maka
kebaikan ini akan menghapuskan
kejelekan tersebut. Yang sangat bagus
adalah mengikutkan ketaatan setelah
melakukan ketaatan sebelumnya.
Sedangkan yang paling jelek adalah
melakukan kejelekan setelah sebelumnya
melakukan amalan ketaatan. Ingatlah
bahwa satu dosa yang dilakukan setelah
bertaubat lebih jelek dari 70 dosa yang
dilakukan sebelum bertaubat. ... Mintalah
pada Allah agar diteguhkan dalam
ketaatan hingga kematian menjemput. Dan
mintalah perlindungan pada Allah dari hati
yang terombang-ambing.” [18]
Para ulama juga mengatakan, “Sejelek-
jelek kaum adalah yang mengenal Allah
(rajin ibadah, -pen) hanya pada bulan
Ramadhan saja.”
Ingatlah pula pesan Ka’ab bin Malik,
“Barangsiapa berpuasa di bulan
Ramadhan lantas terbetik dalam hatinya
bahwa setelah lepas dari Ramadhan akan
berbuat maksiat pada Rabbnya, maka
sungguh puasanya itu tertolak (tidak
bernilai apa-apa).” [19]
Semoga Allah menjadikan Ramadhan kita
di tahun ini lebih bermakna dari yang
sebelumnya. Semoga kita senantiasa
mendapatkan barokah bulan suci ini.
Amin, Yaa Samii’um Mujiib.
Panggang-GK, 8 Ramadhan 1431 H (18
Agustus 2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com
[1] HR. Tirmidzi no. 682 dan Ibnu Majah
no. 1642. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shahih.
[2] HR. Bukhari no. 3277 dan Muslim no.
1079, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
[3] Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim,
7/188.
[4] Lihat Tajridul Ittiba’, Ibrahim bin ‘Amir
Ar Ruhaili, Dar Al Imam Ahmad, cetakan
1428 H, hal. 118.
[5] Lihat Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al
Hambali, Al Maktab Al Islami, cetakan
pertama, 1428 H, hal. 270.
[6] Idem.
[7] HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no.
760.
[8] Lathoif Al Ma’arif, 364.
[9] HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no.
759.
[10] HR. Bukhari no. 1901.
[11] Lathoif Al Ma’arif, 365.
[12] Lathoif Al Ma’arif, 370-371.
[13] Lathoif Al Ma’arif, 366.
[14] HR. Muslim no. 782.
[15] Lihat Lathoif Al Ma’arif, hal. 392.
[16] Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, Al
Maktab Al Islami, 4/423.
[17] Lihat Lathoif Al Ma’arif, 390.
[18] Lathoif Al Ma’arif, 393.
[19] Lathoif Al Ma’arif, 378.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar